PBB-P2 Jadi Isu Hangat, HMI MIPA Unhas dan HMI Perikanan Unhas Konsolidasi Pemikiran Lewat Dialog Mahasiswa

PBB-P2 Jadi Isu Hangat, HMI MIPA Unhas dan HMI Perikanan Unhas Konsolidasi Pemikiran Lewat Dialog Mahasiswa

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat MIPA Unhas Cabang Makassar Timur bersama HMI Komisariat Perikanan Unhas Cabang Makassar Timur melaksanakan kegiatan kolaborasi berupa Dialog Kemahasiswaan

Makassar, Curva.News – Pada hari Kamis, 28 Agustus 2025, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat MIPA Unhas Cabang Makassar Timur bersama HMI Komisariat Perikanan Unhas Cabang Makassar Timur melaksanakan kegiatan kolaborasi berupa Dialog Kemahasiswaan dengan mengangkat tema “Status Quo Kebijakan Sosial: PBB-P2 Jadi Luka Rakyat”. Kegiatan ini berlangsung di pelataran pinggir Danau Universitas Hasanuddin dan dihadiri oleh kader serta pengurus dari kedua komisariat. Diskusi berlangsung cukup panjang, intens, dan penuh antusiasme karena isu yang diangkat yakni Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan topik aktual yang sedang menjadi sorotan luas di masyarakat.

Dalam keterangannya, Muhammad Anugrah selaku Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat Perikanan Unhas sekaligus penanggung jawab kegiatan menyampaikan bahwa dialog kolaborasi ini merupakan bentuk kerja nyata komisariat dalam jajaran HMI Cabang Makassar Timur. Menurutnya, kegiatan ini penting sebagai ruang aktualisasi gagasan kader dalam merespons isu-isu sosial kontemporer. Ia menekankan bahwa era saat ini adalah era bergandengan, di mana kolaborasi antarkomponen mahasiswa harus dimasifkan untuk memperkuat kerangka teori, gagasan, serta solusi yang dapat dituangkan dalam nuansa aksi sosial-kemasyarakatan.

Adrian Hidayat, Ketua Bidang PTKP HMI Komisariat MIPA Unhas, menambahkan bahwa dialog ini bukan sekadar forum akademik, melainkan juga representasi kualitas kajian HMI dalam membaca realitas sosial di lingkungan sekitar. Ia menyebutkan bahwa melalui forum semacam ini, kader HMI dapat melatih kepekaan terhadap problematika masyarakat sekaligus membangun kesadaran kritis terhadap kebijakan publik. Menurutnya, kualitas organisasi terletak pada kemampuannya mengintegrasikan kajian teoritis dengan realitas empiris di lapangan.

Adapun pokok pembahasan yang mencuat dalam forum ini adalah kondisi kebijakan PBB-P2 yang dinilai mencerminkan gejolak pemaksaan pajak kepada masyarakat. Kebijakan ini dianggap belum memiliki kajian mendalam terutama terkait klusterisasi pajak yang seharusnya memperhatikan kondisi ekonomi rakyat kecil. Lebih jauh, diskusi juga mengungkap ironi bahwa kalangan borjuis dengan usaha besar justru ikut mendorong aksi-aksi demonstrasi menolak kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kepentingan agar pajak yang dikenakan pada mereka juga bisa dicabut. Salah satu contoh yang menonjol adalah Kabupaten Bone, yang dalam respons resminya menyatakan bahwa kebijakan PBB-P2 akan “ditunda dan dikaji lebih dalam”, menunjukkan adanya tekanan sosial dan politik dari berbagai kelompok kepentingan.

Forum juga menyoroti peran pemerintah pusat dalam persoalan ini. Instruksi Kementerian Keuangan yang memangkas anggaran transfer ke daerah dianggap sebagai pemicu pemerintah daerah mencari alternatif dengan menaikkan pajak, sebagaimana yang telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri. Namun, kebijakan tersebut berimplikasi langsung kepada masyarakat kecil, khususnya mereka yang harus membayar pajak di atas tanah yang mereka miliki. Peserta dialog menilai hal ini tidak adil, karena seharusnya pemerintah pusat terlebih dahulu melakukan efisiensi internal, termasuk memadatkan anggaran pada kementerian yang cenderung gemuk, bahkan ada yang memiliki lebih dari satu wakil menteri. Dengan demikian, beban penghematan negara tidak sepenuhnya dialihkan kepada rakyat kecil yang justru paling rentan terdampak.

Kegiatan dialog ini akhirnya menjadi ruang refleksi sekaligus konsolidasi pemikiran mahasiswa dalam merespons kebijakan publik yang tidak pro-rakyat. Baik HMI Komisariat MIPA maupun HMI Komisariat Perikanan menegaskan bahwa kajian-kajian serupa harus terus digalakkan, tidak hanya sebagai wacana intelektual, tetapi juga sebagai dorongan untuk melahirkan sikap kritis, advokasi, serta gerakan sosial yang konstruktif. Diskusi di pelataran Danau Unhas ini diakhiri dengan penegasan bahwa HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal kebijakan publik agar tidak menyengsarakan rakyat, serta memperjuangkan lahirnya kebijakan yang lebih adil, rasional, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Leave a Reply